Wish Pertama dan Kedua

Matahari mulai menampakkan sinar hangatnya. Embun pagi sekaligus pancaran cahaya sang mentari menjadi satu padu, memberikan gambaran betapa sejuknya cuaca di pagi hari itu.

Resha bangun untuk memulai harinya, namun kali ini berbeda. Ia teringat tentang Arga, “Dia kemana ya? Udah pergi aja nih?” Tanyanya dalam hati.

Tak berapa lama kemudian, terdengar sayu-sayu suara seorang lelaki. Benar, itu Arga.

“Resha, udah bangun? Gue boleh masuk gak?”

Resha mengukir senyumnya di pagi hari yang cerah itu. Ia masih tak habis pikir dengan tingkah laku sang arwah yang baru ia temui semalam.

“Yaudah masuk aja, Ga.”

“Gue kira lo kesiangan, Sha. Semalem lo tidur larut banget sih, untungnya lo gak kebo banget ya...”

“Sembarangan lo.”

“Hehehe... Oh iya Sha, gue udah bikin wishlist-nya.”

“Cepet banget, mana? Gue pengen liat.”

“Gak ada.”

Resha lantas memukul pelan lengan Arga, membuat lelaki itu tertawa jahil. Posisi Arga pada saat itu memang tidak begitu jauh darinya.

“Gimana sih? Tadi katanya udah bikin.”

“Iya emang udah, tapi gak gue tulis. Gue susun di otak gue.”

“Emang lo gak bakal lupa?”

“Gak lah, lagian intinya kan apapun yang mau gue lakuin, kan? Gue mau seneng-seneng aja pokoknya, Sha.”

Mendengar kalimat terakhir Arga, Resha nampak mengubah raut wajahnya. Entah kenapa, hatinya ikut sedih mendengar bahwa Arga hanya ingin bahagia di saat terakhirnya, memikirkan betapa sedihnya dia yang masih berusaha mengejar kebahagiaannya meskipun nyawanya telah tiada. Namun, perkataan Arga membuyarkan lamunan sejenaknya.

“Lagian gue juga gak bisa nulis, Sha. Gue gak bisa gerakin benda-benda di dunia ini.”

“Lah kok bisa? Biasanya kan hantu tuh bisa gitu gerakin benda, bahkan di film juga sering tuh lempar-lempar benda.”

“Iya kan? Gue juga bingung. Pas gue ketemu sama arwah lain pun, mereka bisa begitu. Butuh kekuatan super banget kayaknya kalo gue mau gerakin benda.”

“Aneh juga ya, yaudah Ga, gak usah maksain. Yang penting lakuin wishlist lo aja sekarang.”

Obrolan Arga dan Resha harus terjeda lantaran terdapat notifikasi pesan dari sahabat Resha, Mandala. Resha yang melihat ponselnya lantas tersenyum sumringah layaknya mendapat doorprize puluhan juta rupiah. Melihat raut wajah Resha, Arga pun meledeknya.

“Ekhm! Ada yang senyam-senyum sendiri nih!”

“Eh apa sih, Ga? Gue mau siap-siap dulu ya, gue harus berangkat kerja.”

“Oh oke, itu pasti dari pacar lo ya?”

“Pacar apaan sih orang cuma temen doang.”

“Oh temen, iya temen.”

Resha pun memasang wajah kesalnya melihat Arga yang meledeknya. Ia kemudian segera bersiap menuju ke tempat kerjanya. Namun, langkahnya terhenti sejenak dan menoleh pada Arga.

“Oh iya, wish lo buat hari ini apa, Ga?”

Arga pun tersenyum mendengar pertanyaan Resha, ia tidak menyangka bahwa Resha akan ingat pada hal tersebut.

“Ikut lo aja hari ini, kemana pun lo pergi, gapapa, kan? Gue janji gak bakal ganggu.”

Resha cukup terkejut mendengar wish pertama Arga. Ia berpikir sejenak, kemudian mengangguk tanda bahwa ia setuju dengan keinginan pertama Arga tersebut. Namun, sebelum Resha beranjak dari tempatnya, Arga tiba-tiba memanggilnya dan menanyakan sesuatu.

“Oh iya Sha, lo dianter sama temen lo hari ini?”

Mendengar pertanyaan Arga, Resha nampak bingung. Jika ia berkata 'iya', Resha berpikir bahwa Arga tidak akan meneruskan apa yang ingin ia sampaikan.

“Belum tau sih Ga, emang kenapa?”

“Gapapa sih, cuma gue pengen naik bus bareng lo hari ini, anggap aja ini sebagai wish gue yang kedua hehe...”

“Bus?” Resha menekankan nada pertanyaannya, ia nampak ragu sebelum membalas permintaan Arga sedangkan sang penanya hanya mengangguk antusias sebagai jawaban atas pertanyaan itu.

“Oke deh, gue siap-siap dulu ya!”

Jawaban dari Resha itu tanpa sadar telah membuat arwah lelaki itu tersenyum dan merasa bahagia meski hanya karena hal yang sederhana.