Segala Kisah Tentang Arga

Resha memasuki kafe itu dan matanya menjelajah ke seluruh penjuru ruangan di sana. Ia tak bisa menemukan Daffa saat itu. Ia akhirnya memutuskan untuk melihat ponselnya dan berniat untuk menghubungi Daffa, tetapi ternyata Daffa sudah terlebih dahulu mengirimkan pesan padanya sejak beberapa menit yang lalu.

Gue ada di luar kak. Lo ke bagian belakang aja ntar ada pintu kayu gitu.

Resha segera mencari pintu kayu yang dimaksud oleh Daffa. Benar saja, ternyata kafe ini meluas di bagian belakangnya. Bagian luar kafe itu seperti sebuah taman yang dipenuhi beberapa meja dan kursi untuk para pelanggan. Resha melihat seorang lelaki yang tak asing baginya itu. Lelaki itu tengah duduk sembari sibuk dengan ponselnya di sana, membuatnya tak sadar bahwa orang yang ditunggu telah datang menghampirinya saat itu.

“Udah lama, Daf?”

“Eh udah dateng, nggak kok Kak, gue juga baru nyampe. Duduk sini, Kak!”

Daffa mempersilakan Resha untuk duduk di kursi yang ada di depannya. Mereka akhirnya memesan dua minuman sebagai teman berbincang.

“Jadi gimana, Daf? Langsung aja gapapa.”

“Lah kok malah gue? Ya kan lo yang bakal ceritain soal Kak Arga.”

“Oh iya ya, sorry gue lupa hehe ....”

Resha menghela napas sejenak sebelum menceritakan segalanya pada Daffa. Ia sempat ragu awalnya, tetapi akhirnya ia meyakinkan dirinya. Resha menceritakan segala hal tentang Arga, tentang bagaimana pertemuannya dengan Arga, wishlist Arga yang mereka lakukan bersama, sampai tentang kecelakaan simpang lima yang menyebabkan Arga harus koma selama sebulan.

Daffa benar-benar menyimak segala cerita Resha, lelaki itu memang sempat menanyakan beberapa pertanyaan pada Resha, pertanyaan yang jelas menunjukkan ketidakpercayaannya, tetapi akhirnya ia percaya bahwa semua ini benar adanya dan bukan hanya sebuah kebetulan. Daffa semakin percaya bahwa semua ini nyata ketika Resha menunjukkan kalung milik mamanya dan Arga.

“Ini ... ini kalung mama.” Daffa menatap kalung yang baru saja Resha berikan padanya.

“Iya, itu kalung mama lo sama Arga.”

“Jadi lo nemu ini pas kecelakaan itu, Kak?”

“Iya, Daf. Sebelumnya gue minta maaf ya karena udah pake kalung mama lo, gue cuma nurutin apa kata Arga pas itu.”

“Iya gapapa, Kak. Gue bener-bener kehabisan kata-kata ....”

“Gue maklum kok kalo lo emang gak percaya sama semua yang gue ceritain, tapi gue berani bersumpah kalo gue gak bohong.”

Daffa terdiam. Ia menatap Resha, kemudian pandangannya ia alihkan pada kalung mamanya itu. Ia memang masih merasa ragu, tetapi di saat bersamaan, hati kecilnya merasa bahwa semua ini benar.

“Gue emang masih agak gak percaya, tapi gue yakin lo gak bohong, Kak.”

“Makasih ya Daf karena udah percaya sama gue.”

“Iya. Kak Arga ngasih kalung ini ke lo, itu tandanya lo emang orang yang berharga banget buat dia, Kak.”

“Maksud lo?”

Lelaki yang ada di hadapan Resha itu menghela napas berat. Pandangannya masih ia arahkan pada kalung berliontin hati berwarna putih itu.

“Kalung ini tuh kalung peninggalan mama, Kak. Mama ngasih kalung ini ke Kak Arga karena emang Kak Arga sedeket itu sama mama. Kak Arga selalu bawa kalung ini kemana-mana, dia ngerasa selalu aman kalo bawa kalung mama, seolah-olah mama selalu ada di samping dia.”

“Daf? Berarti mama lo sama Arga ....”

“Iya, Kak. Mama udah pergi ke surga sejak setahun yang lalu. Makanya Kak Arga ngejaga kalung ini.”

“Daf ... gue minta maaf ....”

“Gapapa kok. Gue sama Kak Arga udah ikhlas sama kepergian mama.”

“Mama lo pasti bangga punya anak kayak lo berdua.”

Daffa tersenyum mendengar perkataan Resha. Ia juga sesekali mengusap liontin putih kalung itu, menandakan betapa rindunya ia pada sosok ibundanya yang telah pergi menghadap Sang Pencipta.

“Gue bersyukur Kak punya kakak kayak Kak Arga. Dia sekarang satu-satunya anggota keluarga yang bisa gue jadiin sandaran karena papa sekarang sibuk kerja di luar kota.”

“Arga pasti juga bersyukur punya adek kayak lo, Daf.”

“Iya, makasih ya, Kak. Gue bener-bener yakin kayaknya lo adalah sosok malaikat yang dikirim Tuhan buat Kak Arga.”

“Apaan sih, Daf? Bisa aja hahaha ... gue gak ngelakuin apa-apa.”

“Gue serius, Kak. Liat Kak Arga yang yakin ngasih kalung ini ke lo, ya meskipun di saat raganya yang gak sadarkan diri, gue yakin lo adalah perempuan yang mama maksud.”

“Perempuan yang mama lo maksud?”

“Iya, mama pernah bilang kalo Kak Arga boleh ngasih kalung ini ke perempuan yang dirasa tepat buat dia. Dan bener aja, kalung ini yang nganter Kak Arga buat ketemu sama perempuan itu, yaitu lo, Kak.”

Resha terdiam mendengar perkataan Daffa. Ia tak menyangka bahwa kalung itu memiliki makna yang sangat berarti dan mendalam bagi Arga.

Sorry, Daf. Gue tau lo gak mau bahas ini, tapi bukannya udah ada Zeva? Dia tunangannya Arga, kan?”

“Bukan. Zeva bilang begitu biar lo gak gangguin Kak Arga. Gue kesel banget waktu itu, tapi gue terlalu fokus sama lo dan Kak Arga, jadi gue gak bisa bilang apa-apa.”

“Lo kenapa kayaknya gak suka banget sama Zeva, Daf?”

“Iya emang gue gak suka sama dia. Dia udah nyusahin Kak Arga, dia posesif, dia pokoknya udah bikin Kak Arga stress banget. Kak Arga selalu mendem semuanya sendirian, gue gak tega tapi dia selalu bilang dia baik-baik aja. Dia tertekan banget sama Zeva, tapi dia gak bisa lepas dari cewek itu.”

“Hah ... serius, Daf? Kenapa gak diputusin aja?”

“Udah berulang kali gue, Nathan, sama temen-temen yang lain ngomong ke dia, tapi Kak Arga gak mau. Zeva selalu ngancem kalo dia bakal nyakitin dirinya kalo Kak Arga mutusin dia.”

“Gila ....”

“Gila emang. Gue udah gak tau lagi harus gimana. Makanya, gue mau minta tolong sama lo, Kak.”

“Minta tolong apa?”

“Tolong lepasin Kak Arga dari Zeva. Tolong tetep temenin Kak Arga kayak lo temenin dia buat menuhin segala wishlist dia. Tolong tetep bikin dia bahagia, Kak. Cuma lo yang bisa bikin dia ngerasa nyaman, bebas, dan bahagia.”

Resha benar-benar kehabisan kata-kata mendengar permohonan Daffa. Kini ia sadar mengapa Arga hanya ingin bebas dan bahagia saat rohnya sedang berkelana, karena Arga tidak bisa mendapatkan hal itu di kehidupannya.

“Tapi, Daf, mana mungkin gue jadi orang ketiga di hubungan mereka?”

“Lo bukan orang ketiga, Kak. Tapi lo adalah penyelamat buat Kak Arga. Gue mohon, Kak. Udah cukup Kak Arga kesusahan karena ngurusin gue sejak mama gak ada, gue pengen dia juga bahagia.”

Resha tak sanggup menatap mata Daffa. Namun, ia bisa melihat betapa pasrahnya Daffa saat itu. Lelaki itu ternyata benar-benar serius.

“Iya, Daf. Gue mau. Gue bakal berusaha bikin Arga bahagia lagi.”