Sampai Jumpa, Arga.
Angin malam yang sejuk menyapa dedaunan di pepohonan. Lampu-lampu yang berdiri di sana menjadi sumber pencahayaan bagi Resha dan Arga. Mereka kini tengah berada di taman dekat minimarket. Arga ingin Resha melepasnya di tempat di mana mereka bertemu untuk pertama kalinya, dan sekarang, tempat itu juga akan menjadi tempat pertemuan terakhir mereka.
Mereka sempat duduk beberapa menit di kursi putih yang menjadi saksi pertemuan mereka kala itu. Keduanya terdiam sejenak sembari saling menyiapkan hati untuk kejadian yang sebenarnya tak pernah ingin mereka alami.
“Sha, makasih ya lo udah mau nganterin gue ke sini.”
“Udah jadi janji dan kewajiban buat gue, Ga.”
“Lo gak mau nahan gue, Sha?”
“Gue gak akan nahan lo lagi, Ga. Gue juga bakal ngelepas lo dengan bahagia, sesuai permintaan lo. Lo gak mau kan liat gue nangis karena lo?”
“Iya, maaf ya, gue bakal berat banget kalo liat lo nangis.”
Resha dan Arga akhirnya berdiri dari kursi itu. Mereka saling berhadapan dan menatap satu sama lain. Arga meraih tangan Resha, ia memegang tangan perempuan itu erat-erat.
“Sha, gue kayaknya gak sanggup ....”
“Arga ... lo bilang gue harus kuat, kan? Lo juga harus kuat. Kita udah sampai sini, Ga. Lo harus pulang.”
Arga diam sejenak untuk mengambil sebuah jeda untuk mengucapkan kata-kata selanjutnya. Ia menatap mata Resha begitu dalam, seolah dunianya ada di dalam mata perempuan yang ia cintai itu.
“Resha, sebelum gue bener-bener pergi, gue mau bilang makasih ya atas waktu-waktunya selama ini. Makasih karena udah bikin gue nemuin kebahagiaan yang gue cari-cari. Gue sayang sama lo, Sha. Sayang banget.”
“Gue juga sayang sama lo, Ga. Gue juga berterima kasih buat semuanya. Gue harap lo bisa lebih bahagia ya nanti di atas sana. Lo bisa liat gue kapan pun kan dari sana?”
“Iya, Sha. Pasti. Sekarang, gue mau ngungkapin wish terakhir gue, oke?”
Resha menghela napasnya perlahan. Ia benar-benar menahan tangisnya saat itu. Ia lantas mengangguk seraya tersenyum sebagai tanggapan terhadap ucapan Arga tersebut.
“Wish terakhir gue adalah gue pengen ketemu lo dan jadi anak mama gue lagi di kehidupan selanjutnya. Sha, ketemu lagi yuk di kehidupan selanjutnya? Lo mau, kan?”
“Iya, gue mau. Ayo ketemu lagi di kehidupan selanjutnya, Ga! Dan semoga, lo bisa jadi anak mama lo lagi di kehidupan selanjutnya.”
Kini, Resha yang berhenti sejenak. Ia menghela napas panjang sebelum mengucapkan kalimat yang teramat menyedihkan tetapi harus ia lakukan demi Arga.
“Gue ikhlas ngelepas lo, Ga. Gue janji bakal bahagia buat lo. Sekarang lo udah sampai di tujuan terakhir lo dan lo berhak buat bahagia dan bebas. Gue ikhlas ngelepas lo sekarang, Arjuna Gavindra.”
“Makasih banyak, Sha. Gue pulang ya? Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya, Nadira Teresha.”
Arga tersenyum damai, benar-benar damai bahkan mungkin senyuman itu adalah senyuman Arga yang paling bahagia selama bersama Resha. Ia benar-benar telah mendapatkan kebahagiaannya. Tak lama kemudian, tubuhnya pun perlahan benar-benar menghilang, menandakan kepergiannya benar-benar nyata dan pertanda bahwa ia telah meraih kebebasannya. Genggaman di tangan Resha pun telah hilang, yang tersisa kini hanya sebuah angin lalu, tak ada lagi tangan dingin yang biasanya ia rasakan.
Tatapan Resha kosong. Arga benar-benar pergi. Tubuh Resha terjatuh lemas pada kursi putih yang memiliki banyak kenangan dengan Arga. Taman itu kini menjadi saksi pertemuan sekaligus perpisahan bagi Arga dan Resha.
Perempuan itu kini tak lagi dapat menahan tangisnya. Air mata yang sejak tadi ditahan itu pun akhirnya membanjiri pipinya. Pertahanan Resha benar-benar runtuh saat itu.
“Arga ....”
Angin malam berhembus cukup kencang kala itu. Dedaunan yang terayun akibat angin yang berhembus pun juga nampak ikut menunjukkan kesedihannya untuk Resha. Suasana di taman itu benar-benar terselimuti awan kelabu, mengingat betapa tragisnya kisah cinta kedua makhluk yang raganya sudah tak lagi sama dan dipaksa harus berpisah.
Sampai jumpa, Arga.