Hai, Arga.

“Ini beneran gapapa gue masuk gini aja?”

Pertanyaan arwah lelaki itu membuat Resha yang tadinya hanya memunggunginya akhirnya menoleh dan menatapnya bingung.

“Ya mau lo gimana? Pake tiket?”

Lelaki itu lantas tersenyum kikuk. Resha hanya melihat arwah lelaki berkemeja lusuh itu dari jarak yang tidak begitu jauh.

“Ini setan kenapa manis banget...” Batinnya dalam hati.

Resha kemudian menuju ke sofa yang berada tak jauh darinya. Lelaki itu hanya mengekor pada Resha. Perempuan itu langsung duduk dan lagi-lagi, ia menatap lelaki itu bingung.

“Kok gak duduk?”

“Udah boleh duduk nih?”

Resha lantas tertawa melihat tingkah lelaki itu, “Kenapa sih? Ya boleh lah.”

“Gak sopan soalnya tadi belum dipersilakan hehe.”

“Ada-ada aja sih, ya udah sekarang jelasin lo ini siapa dan tujuan lo minta bantuan ke gue itu apa? Oh iya, nama gue Resha.”

Lelaki itu nampak sedikit terkejut, namun ia ingat bahwa ia juga belum memperkenalkan dirinya pada Resha karena sepanjang perjalanan tadi mereka berdua hanya diam tanpa kata.

“Oh iya Resha, maaf ya gue lupa ngenalin diri. Nama gue Arga, kalo gak salah sih.”

Lagi-lagi pernyataan hantu lelaki itu, Arga, membuat Resha tertawa.

“Kok kalo gak salah sih?”

“Iya soalnya gue lupa semuanya. Gue cuma inget nama panggilan gue aja. Nama lengkap gue aja gue gak inget sama sekali.”

Jawaban dari Arga membuat Resha bingung untuk sekian kalinya, “Terus kalo lo gak inget apa-apa selain nama panggilan lo, gimana caranya gue bisa bantuin lo?

Arga menatap Resha beberapa saat, kemudian ia mengalihkan pandangannya pada lantai yang berselimut karpet berwarna maroon itu.

“Lo gak harus bantuin gue buat nginget segalanya tentang hidup gue kok. Gue cuma minta bantuan lo buat nemenin gue di sisa waktu yang gue punya. Gue gak tau kenapa gue masih di sini, tapi ada suara yang selalu bisikin gue, kalo gue masih tertahan di dunia ini karena gue masih belum dapetin kebebasan yang gue impikan—”

Arga berhenti sejenak dari perkataannya yang begitu panjang itu, ia pun kemudian melanjutkan kembali tutur katanya itu.

“—Ini emang ngaco sih, tapi gue serius. Gue pengen pergi ke tempat gue yang seharusnya. Sekian lama gue cari orang yang bisa lihat gue, tapi gak ada satu pun yang berhasil. Dan akhirnya, gue nemuin lo.”

“Hmm gue masih gak percaya emang. Tapi, setelah lihat keseriusan lo, gue rasa lo emang gak main-main.”

Resha akhirnya mulai menegakkan kembali badannya yang semula hanya bertopang dagu pada lututnya. Sejak tadi, perempuan itu memang terlalu fokus menyimak cerita Arga.

“Jadi, lo mau apa biar bisa ngerasain kebebasan yang lo mau?”

Arga menatap Resha yang duduk di seberangnya, “Lakuin apapun yang ada di wishlist gue, gimana?”

Wishlist? Emang lo punya? Bukannya lo lupa semuanya?”

“Ya gue emang lupa semuanya sih, tapi dari pencarian gue untuk nemuin orang yang bisa ngelihat gue, gue jadi punya beberapa hal yang pengen gue lakuin.”

“Apa aja tuh?”

Arga tersenyum sambil memandang langit-langit ruang tengah di rumah itu.

“Lihat aja besok ya, Sha. Sekarang lo tidur aja dulu ya, udah malem.”